Repository Universitas Pakuan

Detail Karya Ilmiah Dosen

Agnes Setyowati Hariningsih

Judul : Ideologi Islam, Barat, dan Amerika; Potret Sejarah Global Kepentingan dalam Pertarungan Diskursif
Abstrak :

Berbagai karya yang berkaitan dengan tema Islam versus Barat sudah muncul sebelum terjadinya peristiwa yang dikenal dengan 9/11. Media massa Barat, dalam hal ini Amerika, cenderung merepresentasikan Islam secara negatif dan penuh dengan distorsi. Representasi itu tidak terlepas dari pandangan orientalisme dalam masyarakat Barat. Sejak peristiwa pengeboman World Trade Center dan gedung Pentagon pada tanggal 11 September 2001 itu, berbagai narasi mengenai hubungan Islam-Barat, terorisme internasional, dan Islam radikal , khususnya tentang Al Qaeda dan pemimpinnya, Osama bin Laden, bermunculan. Juga mengenai tokoh-tokoh lain. Mengapa tokoh Osama bin Laden, Sayyid Qutb, dan Ayman al Zawahiri, dianggap merepresentasikan kekerasan sikap dan keyakinan? Bagaimana Barat terutama Amerika Serikat (AS) menempatkan watak dan sikapnya? Pemberitaan dalam media cetak dan elektronik, teristimewa yang berbasis informasi dari Barat, dianggap tidak berimbang dan “memihak” mereka. Padahal, ketiga sosok tersebut adalah representasi korban ketidakadilan yang diberi perlakuan keras sehingga mereka memiliki ideologi yang keras pula dan berkeinginan melawan orang-orang yang telah menjadikan mereka korban. Sekelumit persoalan di atas merupakan inti substansi terbesar buku yang berasal dari disertasi berjudul “Representasi Al Qaeda: Strategi Naratif Lawrence Wright dalam Narasi Apologi The Looming Tower: Al Qaeda and the Road to 9/11 ini. Posisi disertasi yang menjadi acuan buku ini merupakan penambahan informasi baru dan penegasian dari berbagai penelitian tentang representasi Islam dan Barat. Representasi Islam sebagai identitas utuh dibinerkan dengan demokrasi di Amerika Serikat (AS). Buku ini menyajikan pandangan bahwa Islam sangat beragam dan Al Qaeda merupakan salah satu kelompok yang menggunakan identitas Islam dalam memperjuangkan ideologinya. Representasi Al Qaeda terbentuk disebabkan adanya kepentingan bersama dalam diri para tokoh untuk memperlihatkan resistensinya terhadap AS. Tampak 
viii Ideologi Islam, Barat, dan Amerika
bahwa tindakan kekerasan yang direspon dengan kekerasan akan memicu kekerasan baru. Padahal, rantai kekerasan dapat dihentikan dengan berusaha memahami pihak lain kemudian memperlakukan pihak lain secara manusiawi. Mishra (2006) menganalisis pembingkaian Islam dan demokrasi di AS dalam surat kabar terkemuka antara tahun 1985 dan 2005. Setelah peristiwa 9/11 representasi Islam dan demokrasi dalam konteks Turki, Irak, dan Iran juga dianalisis dengan menggunakan metode analisis wacana dengan analisis isi menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Temuannya diinterpretasikan menggunakan kerangka teoretis kritik framing, Edward Said Orientalisme, Foucault kekuasaan-pengetahuan dan dihubungkan dengan paradigma dan pendekatan konstruktivis Stuart Hall untuk berita dan representasi “liyan.” Penelitian Mishra berasumsi bahwa terdapat banyak interaksi antara Islam dan demokrasi. Buku ini difokuskan pada penelitian konstruksi di media dan menunjukkan bahwa kajian Islam dan demokrasi meningkat secara substansial setelah serangan 9/11 dan mencapai puncak ketika AS menginvasi Irak pada tahun 2003. Pengetahuan tentang Islam dan demokrasi diproduksi terutama dalam situasi konfl ik ketika kekuatan besar dunia menguasai negara-negara Timur Tengah. Ancaman ekstremis Islam dan konfl ik politik adalah dua topik utama yang paling banyak dibahas. Ancaman ekstrimis Islam juga mengemuka sebagai sub-topik artikel tentang Islam dan demokrasi. Representasi lain yang muncul menunjukkan adanya hubungan Barat dan Islam yang banyak diwarnai oleh berbagai konfl ik yang dianalogikan sebagai benturan. Huntington mengungkapkan bahwa benturan peradaban akan terjadi dengan intensitas tinggi sementara kajian Glynn Ellis (2007) mengungkapkan bahwa benturan peradaban hanya terjadi dengan intensitas rendah. Sementara itu, buku ini menyampaikan kompleksitas dalam benturan peradaban yang terjadi antara Islam dan Barat, dengan alasan keberagaman Islam dan Barat. Islam tidak sama dengan Al Qaeda dan Barat tidak sama dengan AS. Konfl ik antara Al Qaeda dengan AS bukan merupakan benturan peradaban antara Islam dan Barat. Buku ini mempertanyakan kembali teks The Clash of Civilization karya Huntington dengan menunjukkan dalam teks 
adanya hubungan kompleks antara tokoh, peristiwa, dan posisi hubungan Islam-Barat. Kathryn Lynn Gardner (2010) membahas kebijakan restriktif di bidang keamanan serta imigrasi dan integrasi di Inggris, Prancis dan AS. Pemerintah AS, Prancis, dan Inggris mengkonstruksi bahwa antara Islam dan terorisme internasional saling bergantung satu sama lain. Pemerintah Prancis dan Inggris mempublikasikan bahwa orang Islam dan/atau yang datang dari negara Islam berpotensi besar menjadi teroris. Maka, pemerintah di kedua negara tersebut melakukan kebijakan restriktif untuk menangkal bahaya terorisme. Kebijakan pemerintah AS, Prancis, dan Inggris memperlihatkan bahwa mereka belum mengenal Islam yang beragam dan ketiganya mengalami islamofobia. Gardner merepresentasikan Islam dan terorisme berdasarkan bias yang mengarah pada labelling dan stereotip. Dalam topik serupa berkaitan dengan representasi, Ghada Al Abbadi (2012) menunjukkan dalam penelitiannya bahwa masih ada literatur Inggris abad XIX yang berisi representasi kaum Muslim yang masih terjebak dalam penggambaran stereotip sebagai kaum yang tidak beradab, inferior, dan jahat. Melalui buku ini, kita disuguhi pengetahuan baru dalam aspek representasi dan strategi naratif tentang representasi tokoh-tokoh Islam yang memiliki beragam karakter, meskipun terdapat pula kesamaan dalam mengungkapkan ideologi pengarang dalam karya-karya yang dianalisis Abbadi. Termasuk perihal mempertanyakan kembali sebab-sebab dan penggunakan istilah-istilah yang mengacu pada labelling. National Review (1994) memuat konfrontasi Barat dengan fundamentalisme Islam menyerupai pergulatan ideologi pada abad 20 antara Marxism-Leninism dan demokrasi liberal. Islam adalah sebuah keyakinan dan varian fundamentalis yang merupakan bentuk ideologi Islam politik. Fundamentalis mendefi nikan Islam sebagai “the solution”. Di satu sisi, dalam persoalan politik, kaum fundamentalis mengatakan bahwa Islam memiliki semua jalan keluar dari segala persoalan. Bagi mereka, Islam adalah sistem yang mengatur kekuasaan dan kemakmuran. Di sisi lain, fundamentalisme Islam dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan Barat dan respon terhadapnya tampak dalam dua sikap kelompok yang berbeda. Kelompok liberal lebih toleran untuk tetap mencoba memahami tindakan
tindakan mereka, sedangkan kelompok konservatif lebih merespon untuk tidak memberikan peluang bahkan melakukan perlawanan terhadap ancaman fundamentalisme tersebut. Timbulnya gerakan fundamentalis merupakan reaksi terhadap keadaan di lingkungannya. Gerakan tersebut dianggap sebagai penyelamat yang akan membawa perubahan terhadap nasib mereka, karena sistem yang ada tidak dapat mewujudkan perubahan itu. Meskipun demikian, ada istilah lain yang oleh kalangan Islam sendiri digunakan untuk menyebut gerakan keagamaan, yaitu revivalisme. Mengenai gerakan-gerakan keagamaan ini, tidak semua pendukung kebangkitan Islam adalah kaum fundamentalis dan tidak semua kaum fundamentalis Islam adalah aktivis politik, dan tidak semua aktivis politik Islam itu radikal dan mendukung kekerasan. Beragam gerakan fundamentalis itu bukan lagi mawakili Islam seperti halnya orangorang Waco bukan mewakili Kristen. Runtuhnya Uni Soviet pada awal 1990 membuat AS menghadapi tantangan baru untuk merumuskan kebijakan-kebijakan pemerintah yang akan menentukan langkah politik keamanan nasional dan luar negeri menuju era global yang dirasakan semakin tidak pasti dan tidak stabil. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah gerakan fundamentalis Islam. Pembuat kebijakan AS tidak mengetahui kekuatan yang memotivasi gerakan fundamentalis Islam. Mereka bukan hanya tidak paham mengenai fundamentalisme Islam tetapi juga tidak paham Islam. Ketidakpahaman ini mendorong kaum fundamentalis berusaha mendapatkan kekuatan untuk memenuhi perintah agama dan mencapai dominasi politik. Representasi Al Qaeda terdapat pada tulisan Reardon (2006) dan Dushyant Singh (2007). Menurut Reardon (2006), Al Qaeda berbeda dengan teroris yang lain. Kelompok ini menyatukan kelompok-kelompok militan yang tersebar di dunia menjadi satu dalam jaringan internasional. Anggota Al-Qaeda berasal dari kaum idealis golongan menengah yang berkeinginan untuk mati sahid dengan berjihad. Kematian sebagai syuhada begitu menarik untuk mereka. Al-Qaeda menawarkan kesempatan untuk membuat sejarah dengan kematian atas nama perjuangan agama. Buku ini menyajikan pembahasan yang memberi tambahan informasi perihal The Looming Tower dalam aspek retorika dan representasi serta aspek strategi narasi yang digunakan sebagai apologi dalam representasi Al 
Qaeda. Pengelompokannya sebagai karya jurnalisme sastrawi yang ditulis berdasarkan wawancara lebih dari 580 orang dan menggunakan lebih dari 200 sumber menjadi bagian yang baru dan berbeda. Pemahaman terhadap kemanusiaan digali melalui strategi narasi yang disampaikan dengan menunjukkan dan menganalisis suara-suara yang diberikan pada tokoh untuk menggali sisi batinnya. 

Tahun : 2017 Media Publikasi : Buku
Kategori : Buku No/Vol/Tahun : - / - / 2017
ISSN/ISBN : 978-602-8610-31-5
PTN/S : Universitas Pakuan Program Studi : BAHASA & SASTRA INGGRIS
Bibliography :

-

URL :

 

Document

 
back