Repository Universitas Pakuan

Detail Karya Ilmiah Dosen

Andi Muhammad Asrun

Judul : sengketa wilayah jepang soviet
Abstrak :

Sengketa Wilayah Jepang-SovietDr. A. Muhammad Asrun, S.H.,M.H[2]KATA PENGANTARBahan buku ini berasal dari skripsi Penulis di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang dipertahankan dalam ujian skripsi pada tahun 1989. Pada tahun 1989 ini pula, Penulis menyelesaikan studi dan meraih gelar S-1 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ketika riset ini dikerjakan pada kurun waktu 1988-1989, Uni Soviet masih merupakan sebuah negara federal dengan sentra kekuasaan pemerintahan berada di Negara Federasi Rusia. Penulis tergugah untuk melakukan kajian ini, karena perhatian Penulis yang mendalam terhadap masalah perdamaian. Pemilihan t e m a , permasalahan sengketa wilayah antara Jepang dan Soviet atas empat pulau yang terletak di uiung timur laut Hokkaido, Jepang dengan alasan bahwa wilayah sengketa itu berpotensi konflik tinggi bagi kawasantimur jauh. Sengketa wilayah Ini adalah "warisan" perang Dunia II dan belum terselesaikan hingga hari ini dan merupakan masalah sendiri bagi kedaulatan masing-masing Negara.Tentang kedaulatan negara, Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan memiliki aspek ganda (Detter de Lupis: 1987, 3). Pertama, negara adalah kekuasaan tertinggi atas segenap subyek di dalam suatu wilayah tertentu. Kedua, satu

Sengketa Wilayah Jepang-SovietDr. A. Muhammad Asrun, S.H.,M.H[3]negara bebas dari campur tangan negara-negara lain. Dengan demikian, kedaulatan adalah suatu sifat atau ciri hakiki dari Negara (Mochtar Kusumatmadja: 1982, 15).Pada umumnya dianut suatu asumsi bahwa kedaulatan wilayah dari suatu negara bersifat bulat atau tidak dapat dibagi, namun dalam prakteknya terjadi penyimpangan dalam bentuk pelaksanaan kedaulatan secara bersama oleh dua atau lebih Negara (Starke: 1984, 155). Contoh dari “penyimpangan” tersebut adalah, antara lain: Amerika Serikat menjalankan atas Okinawa dari 1945 hingga 1972, penyewaaan wilayah Cina kepada Inggris atas Kowlon (bagian daratan Hongkong); atau Inggris dan Amerika mengontrol secara bersama Canton dan Kepulauan Enderbury di Pasifik di penghujung abad lalu yang dikenal sebagai praktek kondominium (Lionel M. Summer: 1972, 38-39).Dalam konteks penguasaan suatu wilayah, sengketa wilayah merupakan satufenomena historis yang hamper berujung pada peperangan. Perang karena latar belakang sengketa wilayah tidak saja mengkibatkan perubahan peta wilayah dari negara-negara yang bersengketa, tetapi juga harus dibayar dengan korban jiwa manusia yang sering tidak sedikit jumlahnya. Meski demikian, penyelesaian sengketa wilayah antar negara tidak seluruhnya melalui perang atau jalan kekerasan, Sengketa Wilayah Jepang-SovietDr. A. Muhammad Asrun, S.H.,M.H[4]tetapi dapat diselesaikan melalui jalan damai, misalnya sengketa wilayah antara Amerika dan Belanda atas Pulau Palmas diselesaikan melalui arbitrase Tahun 1928 (L.C. Green: 1978, 421-434), atau sengketa wilayah antara Amerika dan Inggris di Alaska juga diselesaikan melalui arbitrase Tahun 1903 (Starke: 1984, 182). Sengketa wilayah membayangi hubungan antara Jepang dan Soviet sejak 1945 dan menjadi ganjalan bagi suatu hubungan yang lebih baik antara kedua negara. Sengketa wilayah antara Jepang dan Soviet dilatarbelakangi pendudukan Soviet atas empat pulau utara Jepang menjelang Perang Dunia II berakhir dan Jepang tetap menuntut pengembalian empat pulau itu, yaitu Etorofu, Habomais, Kunashiri dan Shikotan.Pendudukan Soviet atas empat pulau utara Jepang didahului dengan pemaklumatan perang terhadap Jepang 48 jam setelah Amerika menjatuhkan bom atom di Hiroshima (8 Agustus 1945). Kemudian, satu demi satu pulau-pulau utara Jepang diduduki Soviet dalam waktu kurang dari satu bulan. Hingga saat ini Soviet ini masih menduduki keempat pulau utara Jepang dan Jepang tetap bertahan pada tuntutannya bagi pengembalian empat pulau ini.Pembahasan sengketa wilayah atas Etorofu, Habomais, Kunashiri dan Shikotan ini, tak dapat dilepaskan pengulasan perjanjian-perjanjian baik perjanjian-perjanjian Sengketa Wilayah Jepang-SovietDr. A. Muhammad Asrun, S.H.,M.H[5]bilateral Jepang-Soviet maupun perjanjian-perjanjian internasional yang berkaitan dengan sengketa wilayah ini, yaitu:1.Perjanjian Shimoda (The Treaty of Shimoda), Tahun 1855;2.Perjanjian St. Petersburg (The Treaty of Saint Petersburg), Tahun 1875;3.Perjanjian Perdamaian Portsmouth (The Treaty of Portsmouth), Tahun 1905;4.Persetujuan Yalta (The Treaty of Portsmouth), Tahun 1945;5.Deklarasi Postdam (The Postdam Declaration), Tahun 1945; 6.Perjanjian Perdamaian San Francisco(ThePeaceTreaty of San Francisco–Treaty of Peace with Japan), Tahun 1951;dan7.Deklarasi Bersama Jepang-Soviet (Joint Declaration by the Union of Soviet Socialist Republics and Japan), Tahun 1956.Perjanjian-perjanjian di atas tidak hanya melibatkan Jepang dan Rusia semata. Beberapa perjanjian melibatkan banyak Negara dunia khususnya pasca Perang Dunia II, di mana Amerika dan Sekutu membuat perjanjanjian yang salah satu materinya adalah mengatur masalah perbatan negara-negara kalah perang termasuk Jepang. Dalam Persetujuan Yalta (11 Pebruari 1945), pihak sekutu menentukan, antara lain, bahwa: Pertama, bagian Sakhalin dikembalikan kepada Sengketa Wilayah Jepang-SovietDr. A. Muhammad Asrun, S.H.,M.H[6]Soviet; dan, Kedua, Kepulauan Kurile diserahkan kepada Soviet. Secara eksplisit, penentuan batas baru wilayah Jepang tercantum di dalam Deklarasi Postdam (26 Juli 1945), bahwa “kedaulatan Jepang dibatasi atas pulau-pulau Honshu, Kyushu, Shikoku, Hokkaido, dan pulau-pulau kecil lainnya sebagaimana kami tentukan” (pasal 8). Dalam konteks sengketa wilayah antara Jepang dan Rusia, Jepang keberatan terhadap penentuan batas wilayah karena tidak melibatkan negaranya. Keinginan Jepang bagi pengembalian empat pulau utaranya dikemukakan pada saat Menteri Luar Negeri Soviet Eduard A. Shevardnadze melakukan kunjungan ke Jepang pada bulan Januari 1986, namun tetap belum tercapai kesepakatan kedua belah pihak terhadap masalah wilayah utara Jepang tersebut. Sesungguhnya, setelah penandatanganan Deklarasi Bersama Jepang-Seviet 19 5 6 , pihak Soviet pemah mengisyaratkan pengembalian empat pulau utara Jepang yang didudukinya sejak 1945 pada kunjungan mantan Menteri Luar Hegeri Soviet Andre Gromyko ke Jepang di tahun 1972, tetapi tidak sasanai berlanjut ketingkat pembicaraan yang konstruktif. Hingga saat ini, sengketa wilayah antara Jepang dan Rusia terus berlanjut.Sengketa Wilayah Jepang-SovietDr. A. Muhammad Asrun, S.H.,M.H[7]Proses pembuatan tulisan ini telah demikian menyita waktu dan perhatian banyak pihak, lembaga maupun perorangan, Pusat Kebudayaan Amerika, Pusat Kebudayaan Jepang, pusat Kebudayaan Soviet, Jurusan Jepang dan Jurusan Slavia Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan CSIS. Penulis haturkan terima kasih.Penelitian dan penulisan yang kemudian dikembangkan menjadi buku ini tak akan mungkin selesai tanpa dukungan dari para dosen dan ahli hokum baik dari Universitas Indonesia maupun dari luar negeri, antara lain: Prof. Hidenori Ijiri (Faculty of Foreign Studies, Kobe City University ofForeign Studies) dan Prof, Serita Kentaro (Faculty of Law, Kobe University), Penulis tak akan pernah sampai kepada sisi historis dan pemahaman yang mendalam atas telaah ini. Penulis amat berterima kasih kepada mereka.Jakarta, 16 November 2015Dr. Andi Muhammad Asrun, S.H.,M.H

Tahun : 2015 Media Publikasi : Buku
Kategori : Buku No/Vol/Tahun : - / - / 2015
ISSN/ISBN : 978-602-72373-4-6
PTN/S : universitas pakuan Program Studi : ILMU HUKUM
Bibliography :

URL :

 

Document

 
back