Repository Universitas Pakuan

Detail Karya Ilmiah Dosen

Yanto Rochmayanto, Dolly Priatna, Mimi Salminah, Ari Wibowo, Urip Wiharjo, Ismayadi Samsoedin, Supriatno

Judul : Strategi dan teknik restorasi ekosistem hutan rawa air tawar marine clay di konsesi restorasi ekosistem PT. KEN Sumatera Selatan
Abstrak :

Mengapa Restorasi

Restorasi hutan merupakan proses mengembalikan kesatuan ekologi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di areal hutan yang telah terdeforestasi atau terdegradasi (Lamb & Gilmour, 2003). Di dalam Peraturan Menteri Kehutanan No P.61/2008disebutkanterminologi restorasi ekosistem sebagai upaya untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah dan air) pada suatu kawasan dengan jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.

Istilah restorasi lain yang sering dipergunakan adalah restorasi ekologis. Restorasi ekologis didefinisikan lebih kompleks, yaitu proses mengembalikan struktur, produktivitas, keragaman jenis hutan sebagaimana kondisi awalnya sehingga pada waktunya, proses dan fungsi ekologi hutan tersebut akan sesuai dengan kondisi awalnya. Definisi restorasi ekologis yang lebih ringkas disampaikan oleh Society for Ecological Restoration (SER) (2004), sebagai proses membantu pemulihan ekosistem yang telah terdegradasi, rusak atau hancur. Ekosistem dikatakan pulih kembali ketika memiliki cukup sumberdaya biotik dan abiotik untuk terus berkembang tanpa bantuan atau campur tangan manusia, serta dapat melestarikan fungsi dan strukturnya sendiri,serta memiliki resiliensi terhadap tekanan dan gangguan lingkungan (SER, 2004).

Terdapat berbagai alasan mengapa restorasi ekosistem, khususnya ekosistem hutan rawa air tawar tipe lahan marine clay,penting untuk dilakukan. Yang dimaksud dengan Ekosistem hutan rawa air tawar pada tipe lahan marine clay dalam dokumen ini adalah ekosistem rawa gambut tipis (ketebalan gambut maksimum 47 cm) yang terdegradasi dan terdeforestasi serta dipengaruhi pasang-surut air laut (tingkat salinitas 0,77 - 3,26s). Ekosistem rawa adalah ekosistem potensial dan berharga yang memiliki banyak fungsi, di antaranya adalah mengendalikan perubahan iklim, mengurangi resiko bencana banjir dan kekeringan, mencegah intrusi air laut, menjadi sumber perekonomian masyarakat maupun pemerintah, serta sebagai habitat bagi fauna-flora tertentu yang khas.

Namun demikian, ekosistem rawa sangat rentan mengalami kerusakan akibat kegiatan manusia (antropogenik) maupun faktor alam. Penebangan kayu dan pengeringan lahan tanpa pertimbangan ekologis akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pengeringan ekosistem rawa membuat mikroba tanah mengurai bahan organik dan melepaskan CO2. Siklus surut dan keringnya ekosistem rawa yang terus menerus akan menjadi sumber emisi CO2. Selain itu, ketika ekosistem rawa menjadi kering, tanaman dan semak belukar di atasnya akan lebih mudah terbakar. Terbakarnya ekosistem rawa akibat perilaku manusia atau karena faktor alam akan melepaskan banyak CO2 yang tersimpan. Selain memicu perubahan iklim, gas CO2 juga akan menyebabkan penyakit saluran pernapasan, penglihatan dan resiko lainnya. Oleh karena itu, restorasi ekosistem rawa penting dilaksanakan untuk mengembalikan fungsi ekosistem rawa yang memberikan manfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan.

Restorasi ekosistem merupakan tugas pemerintah. Namun pemerintah membuka kesempatan kepada sektor swasta melalui skema investasi eksklusif berupa Izin Usaha Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE). IUPHHK-RE mewajibkan perusahaan untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan alam produksi yang berorientasi pada pengembalian keseimbangan hayati hutan. Perusahaan hanya diijinkan menebang kayu pada saat telah terjadi keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Berbeda dengan pengembangan hutan tanaman, restorasi sangat diperlukan karena memiliki peran penting bukan hanya untuk menghasilkan produk kayu tetapi juga untuk mengembalikan fungsi ekologis hutan seperti mengatur siklus hidrologi dan karbon, mencegah erosi, serta mengembalikan kesuburan tanah.   

PT. Karawang Ekawana Nugraha (PT. KEN) merupakan salah satu perusahaan pemegang IUPHHK-RE yang saat ini merupakan satu-satunya konsesi dengan kondisi tapak hutan rawa di atas areal seluas ± 8.300 hektar. Areal konsesi tersebut terletak di kawasan hutan Sei Beyuku, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan. Kondisi tutupan hutan konsesi IUPHHK-RE PT. KEN sudah sangat terdegradasi akibat kebakaran yang berulang ulang dengan intensitas cukup tinggi sejak tahun 1992 sampai dengan tahun 2015. Sebagai pemegang IUPHHK-RE, PT. KEN mempunyai kewajiban untuk melakukan restorasi areal konsesinya agar tercapai kondisi optimal potensi dan pemanfaatannya sebagai hutan alam produksi lestari.

 

Tujuan Penulisan Buku

Informasi strategi dan teknik restorasi pada ekosistem rawa air tawar tipe lahan marine clay masih sangat terbatas.  Tujuan dari penyusunan buku ini adalah menyediakan arahan strategi dan teknik restorasi yang sesuai untuk ekosistem hutan rawa air tawar pada tipe lahan marine clay yang komprehensif dan terintegrasi, dengan mempertimbangkan aspek-aspek ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.

 

Sistimatika Penulisan

Buku ini disusun berdasarkan hasil studi pada ekosistem rawa air tawar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan. Dengan demikian, buku ini juga dapat menjadi panduan dan arahan strategi dan teknik restorasi di ekosistem rawa air tawar khususnya di OKI dan daerah lain yang memiliki karakteristik ekosistem dan kondisi biofisik serupa.

Buku ini disajikan dalam tujuh bagian sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Bab 2 Prinsip-Prinsip Restorasi di Lahan Marine Clay

Bab 3 Marina Clay: Karakteristik, KondisiBiofisik dan Sosial-Ekonomi, yang mencakup:

  • Karakteristik marine clay
  • Gambaran geografis
  • Kondisi geologis
  • Kondisi hidrologis
  • Sejarah penutupan lahan dan kondisi saat ini
  • Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar

Bab 4  Strategi Restorasi

Bab 5 Teknik Restorasi, yang meliputi uraian sebagai berikut:

  • Tahap 1 Persiapan dan survey lapangan, yang mencakup persiapan survey dan survey lapangan.
  • Tahap 2 Perencanaan, yang mencakup penjelasan teknis mengenai penentuan lokasi restorasi, penentuan jenis tanaman dan teknik silvikultur, penyusunan tata waktu dan anggaran kegiatan, serta pembentukan organisasi pelaksana restorasi.
  • Tahap 3 Pelaksanaan kegiatan restorasi, mencakup uraian pembangunan persemaian, pembibitan, kompartemenisasi, persiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan.
  • Tahap 4 Pemantauan dan evaluasi, yang mencakup uraian pemantauan kegiatan restorasi, pemantauan hasil restorasi, dan evaluasi. Ketiganya terkait dengan waktu pemantauan dan evaluasi, unsur-unsur evaluasi restorasi, cara pemantauan dan evaluasi, pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi, dan feed back hasil evaluasi.

Bab 6 Pemberdayaan Masyarakat dalam Restorasi  Ekosistem

Pada bagian ini dibahas tentang isu utama pemberdayaan masyarakat yang mencakup tantangan regulasi untuk pelibatan masyarakat, pola interaksi masyarakatdengan hutan, serta aliran manfaat restorasi yang diharapkan kepada masyarakat, serta skema pemberdayaan masyarakat untuk restorasi ekosistem.

Bab 7 Penutup

Tahun : 2019 Media Publikasi : Buku
Kategori : Buku No/Vol/Tahun : 1 / 1 / 2019
ISSN/ISBN : 978-602-7672-66-6
PTN/S : Universitas Pakuan Program Studi : PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
Bibliography :

Adhi, W. (1997). Developing Tropical Peatlands for Agriculture dalam J.O. Rieley dan S.E. Page (eds). Proc. Of the Int. Symp. On Biodiversity, environmental importance and sustainability of tropicall peat and peatland. UK.

-------- (1986). Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Jurnal Litbang Pertanian 5 (1). 1-9.

Andriesse, J.P. 1988. Nature and management of tropical peat soils. FAO Soils Bulletin 59. Food and Agriculture Organisation of The United Nations. Rome.

Basack, S., & Purkayastha, R. D. (2009). Engineering properties of marine clays from the eastern coast of India. Journal of Engineering and Technology Research, 1 (6), 109-114.

BPS Kab Ogan Komering Ilir, 2018. Kecamatan Air Sugihan dalam Angka 2018.

Bowles, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah. (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid II. Erlangga. Jakarta.

Dariah A, E Maftuah dan Maswar. 2016. Karakteristik Lahan Gambut. Balai Peneltian Tanah. Bogor.

David Lamb and Don Gilmour. (2003). Rehabilitation and Restoration of Degraded Forests. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK and WWF, Gland, Switzerland. x +110 pp.

Hardiyatmo,1999. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hartanto, H,TS. Yulianto, T. Hidayat. 2014. SIGAP-REDD+: Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan dalam REDD+. The Nature Conservancy, Jakarta.

JICA. 2014. Pedoman Tata Cara Restorasidi Kawasan Konservasi- Hutan Hujan Tropis Pegunungandan Hutan Monsoon Tropis. JICA. Jakarta.

Maltby, E., Burbrige, P., dan Fraser, A. (1996). “Peat and Acid Sulphate Soils: a Case Study from Vietnam.” Dalam E. Maltby et al. (eds). Proc. Of a Workshop on Integrated Planning and Management of Tropical Lowland Peatlands. IUCN.

Mahida,U.N .1984. Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV. Radjawali. Jakarta.

Nurhayati. 2001. Karakteristik dan Genesis Gambut Pedalaman dengan Substratum Pasir dan Liat di Kalimantan Tengah Serta Potensinya Untuk Pertanian. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Noor M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. (1993). Peta Tanah Pulau Sumatera. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Prameswari, B. (2008). Studi Efektifitas Lapis Galvanis Terhadap Ketahanan Korosi Pipa Baja ASTM A53 di Dalam Tanah (Underground Pipe). Sripsi. UI. Depok

SER (2004). The SER primer on ecological restoration. Society for Ecological Restoration, Science and Policy Working Group, www.ser.org.

Sist, P., Sheil, D., Kartawinata, K., Priyadi, H., (2003). Reduced-impact logging in Indonesian Borneo: some results confirming the need for new silvicultural prescriptions. Forest Ecol Manag 179, 415-427.

[Soil Survey Staff]. 2003. Keys to Soil Taxonomy. 9th Edition. Natural Resources Conservation Service-United States Department of Agricultural, Washington DC.333p.

Sukarna (2013). Perubahan Struktur dan Komposisi Hutan Rawa Gambut Menggunakan Citra Penginderaan Jauh dan Pendekatan Ekologis di Kawasan Bekas Pengembangan Lahan Gambut Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol VII (2)

Terzaghi, K., Peck, R. B. 1987. Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa. Penerbit Erlangga, Jakarta. 

Wetlands International – Indonesia Programme (2005). Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut. Mengenal Tipe Lahan Rawa Gambut. Bogor.

URL :

 

Document

 
back